Sejarah Negara Dayak
Historical era Cold War
• Established 7 December 1946
• Disestablished 18 April 1950
• Established 7 December 1946
• Disestablished 18 April 1950
Great Dayak ( Indonesian: Dayak Besar, old spelling Dajak Besar ; Dutch : Groot Dajak) was a component entity of the United States of Indonesia in Dayak regions on the island of
Borneo . It was established on 7 December 1946 with a temporary capital at Bandjermasin (Banjarmasin). Great Dayak was dissolved on 18 April 1950 and became part of Kalimantan Province which was formed on 14 August 1950 with its capital also at Banjarmasin. Following the division of Kalimantan Province, the former territory of Great Dayak was assigned first to
South Kalimantan in 1956 and then Central Kalimantan in 1957 where it remains today. (Source: WikiPedia)
Borneo . It was established on 7 December 1946 with a temporary capital at Bandjermasin (Banjarmasin). Great Dayak was dissolved on 18 April 1950 and became part of Kalimantan Province which was formed on 14 August 1950 with its capital also at Banjarmasin. Following the division of Kalimantan Province, the former territory of Great Dayak was assigned first to
South Kalimantan in 1956 and then Central Kalimantan in 1957 where it remains today. (Source: WikiPedia)
GREAT DAYAK STATE – NEGARA DAYAK BESAR
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa dahulu sebelum bergabung dengan RI Indonesia, Kalimantan pernah memiliki beberapa negara yang kala itu tujuannya ingin mendirikan Negara Kalimantan. Hal ini dimulai ketika Jepang tunduk pada sekutu tahun 1945 maka Netherlands-Indies Civil Administration disingkat NICA mengambil alih Kalimantan dari tangan Jepang, NICA mendesak kaum Federal Kalimantan untuk segera mendirikan Negara Kalimantan menyusul Negara Indonesia Timur yang telah berdiri. Saat itu berdasarkan perjanjian Linggarjati antara pemerintah Indonesia dan Belanda tahun 1949 Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia hanya meliputi Jawa, Sumatera dan Madura.
Maka yang masuk dalam Republik Indonesia Serikat hanyalah:
1. Negara Republik Indonesia (RI) di Jakarta
2. Negara Indonesia Timur di Singaraja
3. Negara Pasundan (termasuk Distrik Federal Jakarta) Bandung
4. Negara Jawa Timur di Surabaya
5. Negara Madura
6. Negara Sumatera Timur
7. Negara Sumatera Selatan
Sedangkan Kalimantan saat itu merupakan neo-zelf-bestuur atau neo-self-governance atau daerah outonom sendiri. Beberapa negara bagian yang ada di Kalimantan adalah Negara Kalimantan Barat, Negara Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Negara Banjar dan satu-satunya Negara Bagian yang dicitak-citakan sebagai Dayak Homeland adalah Negara Dayak Besar.
Pergerakan pembentukan negara Kalimantan dimulai dengan dibentuklah Dewan Kalimantan Barat tanggal 28 Okt 1946, yang menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat pada tanggal 27 Mei 1947; dengan Kepala Daerah, SultanHamid II dari Kesultanan Pontianak dengan pangkat Mayor Jenderal. Wilayahnya terdiri atas 13 kerajaan sebagai swapraja. Dewan Dayak Besar dibentuk tanggal 7 Desember 1946, dan selanjutnya tanggal 8 Januari 1947 dibentuk Dewan Pagatan, Dewan Pulau Laut dan Dewan Cantung Sampanahan yang bergabung menjadi Federasi Kalimantan Tenggara. Kemudian tanggal 18 Februari 1947 dibentuk Dewan Pasir dan Federasi Kalimantan Timur, yang akhirnya pada tanggal 26 Agustus 1947 bergabung menjadi Dewan Kalimantan Timur. Selanjutnya Daerah Kalimantan Timur menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Timur dengan Kepala Daerah, Aji Sultan Parikesit dari Kesultanan Kutai dengan pangkat Kolonel. Daerah Banjar yang sudah terjepit daerah federal akhirnya dibentuk Dewan Banjar tanggal 14 Januari1948.
Perjuangan pembentukan Negara Dayak Besar tidak lepas dari pergerakan perjuangan Pakat Dayak. Pada waktu pergerakan Kemerdekaan Indonesia, Pakat Dayak mengambil arah anti nasionalis untuk melawan nasionalisme Banjar . Orang banjar yang telah berperang melawan Belanda selama 40 tahun adalah pendukung kuat terhadap Revolusi Indonesia yang mereka anggap sebagai “Second Holy War” sebab mereka bercita-cita mendirikan Indonesia sebagai Islamic State. Sebab itu Pakat Dayak “mendukung” Belanda melawan Republik Indonesia untuk menghindari pendirian negara agama (Islamic State). Maka kemudian Belanda kemudian melakukan pembagian – yang didukung oleh masyarakat Dayak dengan perjanjian Linggarjati 1946, yaitu Indonesia dan Belanda setuju untuk mendirikan suatu daerah semi outonom yang terpisah dari Kalimantan Selatan yang didominasi Banjar. Kemudian pemimpin Dayak sendiri bisa memipin Negara Dayak yang baru dibentuk. Dan pada pertemuan linggarjati II tahun 1949 Negara Dayak Besar mendapatkan Statusnya sebagai COSNTITUENT STATE.
Pada tahun 1947 – 1950 Negara Dayak Besar sempat memiliki Bendera yaitu berupa garis horizontal dengan tiga warna yaitu merah, kuning dan biru.
James B. Minahan (Encyclopedia of the Stateless Nations – Ethnic and National Groups Around the World – volume II) presents:
“The Dayak national flag, the flag of the national movement in Indonesia, is a horizontal tricolor of red, yellow and blue.”
There is no other evidence (known to me) corroborating this claim. Could this flag be based on on the earlier, eventual, flag of Dayak Besar state of 1946-50?
Chrystian Kretowicz, 13 April 2009
Namun semangat mendirikan Negara Kalimantan kemudian pudar akibat kaum Banjar & Melayu (pendukung republik yang paling luas) merasa terancam sebab NEGARA KALIMANTAN dipandang sebagai upaya DAYAK MERDEKA. Sehingga hal ini menjadi materi propaganda Republik; selain melalui gerilya militer adalah juga infiltrasi ideologi. Singkat kata, kampanye para aristokrat dan golongan elit Kalimantan semakin terpecah, sehingga upaya mempersatukan ide ke NEGARA KALIMANTAN mengalami kemacetan, akhirnya semua mendukung RIS (Republik Indonesia Serikat), tetapi RIS sendiri kemudian dibubarkan pada tahun 1950. Pada tahun 1947 anakhir, ada utusan DAYAK BESAR, dibawah pimpinan ketua-muda Cyrilus Atak datang ke Jakarta dan membuat pernyataan resmi mendukung Republik Indonesia. Akhirnya konsepsi Dayak Besar sebagai negara, apalagi Negara Kalimantan itu tidak pernah teralisir.
Namun bukan berarti tidak pernah ada pergolakan ketika status Otonomi Khusus Kalimantan ditolak oleh Republik Indonesia pada masa itu sempat terjadi pemberontakan dan kerusuhan sporadis.
Lambat laun ketika masa Orde Baru pengaruh Dayak di Kalimantan di kerdilkan dengan sekian lama tidak diberikannya kesempatan orang Dayak untuk memimpin daerahnya sendiri kemudian pihak berwenang Indonesia sudah lama menolak untuk mengakui agama asli orang Dayak “Kaharingan” dan diklasifikasikan sebagai ateis, yang pada tahun 1965 membawa penganiayaan berat untuk mereka karena mereka diduga menjadi simpatisan komunis. Untuk memuluskan penguasaan atas Kalimantan maka pada Orde Baru Pemerintah mendatangkan sejumlah besar penduduk dari Jawa dan imigran Madura di Kalimantan yang dikemudian hari akan menjadi bibit konfllik dinegara ini dan kebijakan penebangan hutan yang tidak terkendali menyebabkan deforestasi di tanah Dayak dan memicu sentimen ethno-nasionalisme di antara orang-orang Dayak.
Ide atau semangat mendirikan Negara Kalimantan bukanlah padam. Baru-baru ini mulai muncul hembusan untuk mendirikan Negara Dayak silahkan baca: Borneo Merdeka Berembus – terutama sejak tidak pernah dilibatkannya Orang Dayak dalam peta perpolitikan Nasional dan pembangunan Daerah yang tidak berimbang dengan kekayaan alam yang telah dikuras. Sehingga seolah-olah Negara hanya tertarik dengan Sumber Daya Alamnya sedangkan SDM – Sumber Daya Manusianya tidak dibangun – bahkan sempat oleh beberapa oknum pemerintahan dianggap pendatang di tanah leluhurnya. Maka jika Pemerintah kedepan ini tetap masih menganaktirikan Kalimantan dan penduduk aslinya maka bukan tidak mungkin gerakan ini akan bangkit kembali. Quo Vadis Dayak??? (Source: Wordpress)